Pagi ini, telepon berdering bersahut-sahutan. Membukakan mata-mata yang menutup, menyadarkan ruh yang tengah bergentayangan, membangunkan jiwa-jiwa yang masih tertidur. Pagi itu suasana begitu sunyi, hingga dering telepon genggam memecah suasana pagi yang damai.
Banyak diantara kita pagi ini yang sedang menelpon seseorang yang begitu istimewa dalam hidupnya : Ibu. Ya, sekedar untuk menanyakan kabarnya dikejauhan sana, mengucapkan selamat hari ibu, memohon maaf karena tak dapat menemani beliau di hari tatkala sang ibu di berbagai penjuru negeri diistimewakan.
Sebagian lainnya yang berkesempatan tinggal dengan orangtuanya memanfaatkan momen ini dengan baik, menyediakan bunga mawar, coklat, atau bingkisan-bingkisan kecil lainnya di meja makan.
Ada juga sebagian yang tak mampu berucap apa-apa kepada ibundanya karena beliau telah tiada di bumi ini. Hanya beberapa untai do’a yang melantun indah di sepertiga malam terakhir, mendo’akan agar amal ibundanya selama beliau hidup diterima Allah Swt.
Ya....Begitu banyak orang yang menghiasi hari ini dengan mengucapkan ’selamat hari ibu’ kepada ibunda tercinta. Hari ini adalah hari yang sangat istimewa. Hari ketika kaum ibu dimuliakan oleh banyak orang. Hari ketika toko kado kehabisan stok kertas kado untuk bingkisan. Hari ketika toko bunga laris kebanjiran pesanan rangkaian bunga untuk sesosok yang kita panggil ibu, bunda, mama, ummi, emak atau sejenisnya.
Namun, sebenarnya perlukan hari ibu ini diadakan? Pantaskah disediakan 1 hari khusus yang begitu mengagungkan ibunda dalam hidupnya dalam setahun? Layakkah beliau hanya mendapatkan ungkapan kasih sayang di hari ini?
Seharusnya hari ini tak perlu ada. Semestinya tak usah kita berepot-repot mencatat tanggal 22 Desember di kalender kita sebagai hari ibu. Seharusnya hari ibu tak hanya setahun sekali. Tidak ada hari khusus yang istimewa untuk ibunda tercinta. Karena sebenarnya setiap hari adalah hari yang istimewa bagi seorang ibu. Karena ibu memang patut kita istimewakan setiap hari. Karena ibu memang layak kita muliakan setiap waktu. Bukan hanya di hari ini saja.
hari ini hanyalah sebuah momentum bagi kita untuk dapat mengungkapkan rasa sayang kita, rasa cinta kita, rasa rindu kita terhadap sosok yang begitu mencintai kita, terhadap sosok yang begitu mengorbankan banyak hal demi kita. Sejak kita masih didalam rahim beliau, semenjak kita bayi, balita, anak-anak, remaja, hingga saat ini kita bisa dalam kondisi seperti ini.
Tapi jangan sampai hanya pada hari ini saja kita menelponnya, memperhatikannya, mencium tangannya dengan penuh takzim, mencium keningnya dengan penuh kasih sayang. Mari kita lakukan hal itu kapanpun Tuhan mengizinkan kita melakukanya.
Mari kita luangkan waktu sejenak saja disela-sela kehidupan kita. Sisihkan beberapa menit saja diantara celah-celah kesibukan kita hanya untuk menelpon dan menanyakan kabarnya.
Karena kita tak akan pernah tau kapan Tuhan kan memanggil ibu, atau kapan ajal kan menjemput kita..
Karena kita tak akan pernah tau kapan Tuhan mengizinkan kita tuk berucap, ” Ibu, aku sayang ibu. Terimakasih atas pengorbanan ibu untukku... Maafkan aku, ibu.... ”
2 komentar:
I do Agree, dek... :)
Menspesialkan satu hari saja, tentu tak cukup dan sebanding dgn tak terhingganya pengorbanan & cinta yg telah ibu berikan....
inspiratif, izin share ya, dengan menyebutkan sumbernya. Syukron
Posting Komentar