Selasa, 29 Juni 2010

Kini aku bukan sosok itu lagi...


Bismillah ya Rahman ya Rahim
Tak terasa, kini diriku telah beranjak dewasa.
Kini, gernap sudah 21 tahun umurku.
Masa remaja mulai kutinggalkan perlahan.
Saat-saat kanak-kanak telah jauh kubiarkan menjadi kenangan dibelakang.

Entah harus bahagia atau sedih.
Bahagia karena Allah telah berikanku kesempatan untuk tetap hidup di bumi-Nya,
atau justru bersedih
karena waktu yang kulewati selama ini tidak banyak memberikan manfaat bagi orang-orang disekitar.
Tak tahu harus menyesal atau bersyukur.
Menyesal karena tak mampu menjalankan amanah waktu dengan baik,
atau bersyukur
karena setidaknya Allah masih mengizinkanku untuk berusaha melakukan yang bisa kulakukan.
Tak mengerti, harus bagaimana....
Yang kutahu,...
Saat ini aku bukan lagi Bocah itu,
Yang bisanya hanya merengek dan memikirkan diri sendiri.
Yang kupahami,
Saat ini aku bukan lagi sosok itu,
Yang hanya mau menang sendiri
Yang kumengerti,
Saat ini beban hidupku bertambah
Dan kuharus mempersiapkan diri
Untuk mengemban Amanah...
Dan kusadari,
Kini aku bukan sosok itu lagi....

Selasa,
Penghujung tahun ke dua puluh



Rabu, 23 Juni 2010

Hikmah Perjuangan Meraih PIMNAS 2010

Pagi ini, saya mendapatkan sebuah berita yang sudah saya nanti-nantikan sejak beberapa pekan yang lalu. Sebuah berita yang menginformasikan kepada saya apakah perjuangan saya kali ini dalam Ajang PIMNAS ke XXXIII di Bali tahun 2010.Saat itu saya mendapatkan kabar dari seorang teman bahwa tim dari ITB yang berhasil lolos ke tahap berikutnya hanya 6 tim dan ketika saya tanyakan adakah nama saya didalamnya, ia menjawab : tidak ada.
Alhamdulillah... Rasa sedih bercampur haru mengisi hati saya saat itu.
Sedih, sebab ternyata harapan saya tidak berbuah menjadi kenyataan.
Haru, sebab ternyata penantian ini usai sudah.
Apa yang menjadi sebuah harapan dan keinginan yang saya tuliskan pada secarik kertas buram di langit-langit tempat tidur saya tidak terwujud. Saya memiliki harapan untuk bisa melaju di ajang PIMNAS tahun 2010 dan berkompetisi dengan mahasiswa lainnya dari seluruh penjuru Indonesia.
Namun ternyata Allah memiliki rencana lain yang lebih indah dibalik semua ini.

Mungkin, niat saya belum lurus untuk mengikuti PKM ini. Selama mengikuti rangkaian kompetisi PKM (Program Kreativitas Mahasiswa) sejak bulan November tahun 2009 niat saya mungkin tidak lurus mencari keridhaan Allah semata. Iming-iming uang tunai Rp 15.000.000,00 yang dapat saya menangkan dan saya simpan untuk biaya pernikahan saya mungkin telah mencemari niat saya.

Bayang-bayang "Prestasi peraih Medali emas PIMNAS 2010" dalam CV (Curriculum Vitae) saya mungkin telah membuat niat saya semakin melenceng dari niat karena Allah. Astaghfirullah... Seharusnya niatnya tidak sedangkal itu.
Selama menjalani kegiatan PKM ini, saya terlalu banyak lalai dalam melaksanakan ibadah. Banyaknya pekerjaan yang harus saya lakukan selama menjalani PKM telah membuat saya meninggalkan shalat berjama'ah di masjid di awal waktu. Bahkan bekerja hingga dini hari membuat saya terlambat untk melaksanakan shalat shubuh. Banyaknya energi yang saya kuras telah membuat kualitas ibadah saya menjadi semakin terpuruk. Belum lagi ditambah interaksi saya dengan Kalamallah yang sangat minim setiap harinya, membuat kualitas ruhaniyah sedemikian berantakan. Tak heran jika banyak pelanggaran-pelanggaran yang saya lakukan selama kurun waktu tersebut.

Belum lagi pemenuhan hak teman-teman saya yang seringkali saya nomor-sekiankan, hanya untuk mengambil data di laboratorium. Agenda-agenda yang seharusnya dapat saya lakukan untuk memenuhi hak teman-teman saya dan memenuhi kewajiban saya, saya kesampingkan hanya untuk mengejar PKM. Astaghfirullah....
Maafkan saya, teman-teman....

saya jadi paham... mungkin itu sebabnya Allah tidak mengizinkan saya untuk lolos dalam kesempatan kali ini. Dari niat saja sudah kurang lurus, ditambah lagi selama pelaksanaan banyak maksiat. Jika saja Allah mengizinkan saya untuk lolos ke PIMNAS, mungkin saya akan semakin sombong dan semakin angkuh. Bisa jadi saya semakin banyak bermaksiat.

Alhamdulillah ya Rabb... Sungguh Engkau Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Hamba bersyukur atas ni'mat yang masih Engkau berikan.


Mungkin selama ini saya terlalu ambisi didalam meraih apa yang ingin saya capai. saya telah dikuasai nafsu yang sedemikian besar untuk memenangkan kompetisi ini.
Akibatnya hamba melupakan-Mu, Sang Pemilik Kehidupan....
Akibatnya hamba lupa apa sebenarnya tujuan penciptaan hamba.
Mungkin selama ini mata hamba telah dibutakan oleh nafsu duniawi
Menganggap bahwa apa yang ingin hamba capai adalah hal terbaik untuk hamba.
Ah... sungguh sombongnya diri ini. 
Padahal Allah telah berfirman dalam surat Al Baqarah ayat 216 :

Boleh jadi kamu membenci \sesuatu padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.

Sungguh lalai diri ini.
Ampuni hamba ya Rabb...
jangan biarkan hamba terus menerus seperti ini.
Biarkan momen PKM dan PIMNAS kali ini menjadi pembelajaran yang sangat berarti bagi kami.
Karena sesungguhnya hanya Engkau lah yang paling mengerti apa yang kami butuhkan, bukan kami
Karena hanya Engkau lah yang paling mengerti jalan yang terbaik bagi kami.

Hamba yakin, ini adalah jalan yang terbaik yang Engkau berikan. Lega rasanya... Do'a yang selalu hamba lantunkan dalam sujud malam, dalam setiap shalat Engkau ijabah (kabulkan) Duhai Yang Maha Mendengar dan Mengabulkan Do'a.

"Ya Allah... Ihdinashsiratal mustaqim. Tunjukkanlah kami jalan yang lurus."
Apapun jalan yang Engkau tunjukkan, tunjukkanlah hamba yang lurus saja. Dan ini adalah jalan yang lurus itu.
Alhamdulillah...

Ruanganku, 23 juni 2010
Ditemani sekelompok penyesalan
dan syukur yang mendalam

Minggu, 20 Juni 2010

Sebuah momen bersama yang takkan tergantikan

Bismillah...

Beberapa hari yang lalu, kusempatkan diri ini pulang sejenak, memenuhi hak ibuku yang telah lama merindukan kehadiran putra bungsunya. Awalnya aku berniat akan pulang ke jakarta pada akhir bulan juni nanti, sebab saat itu aku memiliki waktu cukup luang. Namun ternyata Allah memutar balikkan hatiku. Saat itu aku teringat akan kata-kata ibuku dalam percakapan kami di telepon sepekan yang lalu, “Angga, mama kangen sekali. Sudah beberapa bulan ini angga ga pulang.” Dan aku hanya menjawabnya dengan sebuah senyuman saja, mengingat saat itu aku tak dapat pulang. Ada beberapa tugas yang masih harus kuselesaikan. Aku tau, ibu sangat mengharapkan kehadiranku di hari ulang tahunku yang ke 21 ini. Hanya saja ia tak menyampaikannya secara langsung. Melalui kata-katanya, dapat kupahami ia sangat merindukan saat-saat berkumpul bersama-sama, ibuku, aku dan kakakku. Sekalipun ia tak mengucapkannya. Aku paham hal itu.
Sejenak aku berpikir kembali, “Tidakkah kau terlalu egois, ye?!” Aku terdiam, sebab pekerjaan itu memang tak dapat kutinggalkan.

Malam harinya seorang temanku mengingatkanku sebaiknya aku pulang saja, meskipun ia tak tahu apa pertimbanganku dan apa yang sedang terjadi.
Lalu kuberpikir kembali, “Ya! Memang seharusnya aku pulang. Sungguh sangat egois diri ini jika untuk memenuhi harapan ibu saat ini saja aku tak mampu, bagaimana aku dapat membuatnya bahagia kelak??! Bukankah saat ini Allah masih mengizinkanku untuk bertemu dengan beliau?! Laporan PKM yang harus kuselesaikan hanyalah sebuah laporan yang masih bisa ditunda. Itu lebih Duniawi! dan masih ada kesempatan lain untuk bisa mengukir prestasi. Sedangkan ibuku?? Jangan sampai suatu saat nanti aku menyesal karena tak dapat memenuhi harapan ibunda, sebab ia telah tiada” Seketika itu pula kuubah semua rencana yang kususun pekan ini. Lupakan PKM, masih ada yang bisa mengurus laporannya, tapi tidak ada yang bisa memenuhi harapan ibuku selain diriku!.
sore hari itupun aku bergegas menuju kota metropolitan penuh keragaman itu sambil membawa sebuah kue mungil sederhana berhiaskan lilin diatasnya. Kubawa untuk memenuhi harapan ibuku yang saat ini sedang menantikan kehadiranku.

Setibanya dirumah, ibu dan kakakku sedang pergi keluar rumah. Tepat sesuai rencana yang telah kami (aku dan kakakku) susun sebelumnya. Kusiapkan kue kecil itu dan kuhidupkan lilin-lilin mungil berwarna putih itu. Sambil menunggu kedatangan ibu dan kakakku.Sekitar 20 menit setelah kedatanganku, ibuku datang. Seperti yang telah kuduga sebelumnya : ibuku kaget, melihat keadaan ruang depan yang gelap gulita dan hanya 3 buah lilin yang hidup diatas kue mungil. Spontan ia berkata, “Ah, pasti adik ini! Ini sepatunya ada disini”. Aku yang bersembunyi di belakang pintu mengumpat diri sendiri, “Kenapa sampai lupa menyembunyikan sepatunya dulu? T.T” Akhirnyalah rencana itu jadi berjalan tidak semulus yang kami rencanakan. Tapi meskipun demikian, kulihat senyum ibu menunjukkan kebahagiaannya yang mendalam atas kepulangan anaknya yang paling tinggi ini. Dan kami bertiga melewati malam itu dengan sepotong kue, sepiring gorengan dan beberapa cangkir air putih. Cukup sederhana, tapi begitu menyentuh hati kami, begitu hangat menyelimuti hati kami yang tadinya beku dan cukup membuat akar-akar pohon cinta itu menjalar semakin dalam di hati kami.

Kuharap Allah senantiasa menjaga kedamaian dalam keluarga ini, kehangatan ini, dan rasa cinta ini seberapa jauh pun ruang dan waktu memisahkan kami.
hingga suatu saat nanti, kami bisa bertemu kembali dalam sebuah reuni akbar di Jannah-Nya.
Aamiin Ya sami'udu'a....

Ruanganku,
Penghujung pekan kedua bulan Juni
10 tahun setelah millenium kedua