Kamis, 11 Februari 2010

Inilah jalan hidup yang kupilih....

Kemarin sore, selepas mengikuti rapat KAMAMUKI  dan Acara Dies ke 54 AMISCA kulangkahkan kaki menuju kekantor tempat aku mengajar sambil membawa sebuah buku berukuran cukup besar dan cukup tebal di tangan kanan dan sebuah map berwarna abu-abu di tangan kiri. Mungkin saat itu orang yang berpapasan denganku akan menganggap bahwa aku adalah seorang yang kutu buku dan cupu abis.
Kuhabiskan waktu dikantor hanya untuk bertemu dengan rekan-rekan pengajar lainnya beserta staff. Awalnya ada kelas yang harus kuisi, namun ternyata sudah digantikan oleh temanku. Apa boleh buat, kumanfaatkan waktuku dikantor untuk membaca beberapa jurnal yang baru saja diberikan oleh dosenku dan membaca text book yang kujinjing sejak siang hari tadi. Mencoba membekali diri dengan berbagai macam informasi untuk proyek khususku semester ini.
Malam semakin larut, manusia-manusia dikantor perlahan meninggalkan gedung berlantai 3 ini menyisakan diriku seorang diri dibalik riuh suara kendaraan yang lalu lalang. Aku beranjak ke meja komputer admin di fornt office. Mengumpulkan bahan-bahan dan jurnal untuk mencari informasi tambahan yang dapat menunjang penelitianku.
Udara semakin dingin, jalanan sudah mengurangi kebisingannya. Waktu di telepon genggamku menunjukkan pukul 10 malam. Tidak terasa 2 jam sudah aku duduk manis didepan meja, diantara bingkai-bingkai monitor yang berpijar. Aku merasa mendapatkan informasi yang cukup, setidaknya untuk malam ini saja. Aku berniat pulang dan merebahkan ini diatas kasur kapuk yang senantiasa menyambutku dengan hangat setiap harinya.
Kurapikan seluruh meja dan kursi yang ada di front office, kemudian kututup  jendela-jendela yang menganga, kututup pintu dan kumatikan pijaran lampu yang menerangi gedung berwarna kuning-hitam itu. Kumatikan komputer yang sedang duduk manis di meja dan segera kukemas barang-barang milikku : sebuah tas jinjing, dua buah text book dan sebuah map berwarna abu-abu yang selalu kubawa setiap hari. Kuturuni anak tangga perlahan-lahan.
Di lantai 1, aku mendapati teman-temanku sedang berada di food court. Kulihat mereka sedang duduk berjajar disebuah meja berukuran 2m x 0.4 m dengan sebuah laptop diantaranya. Seorang diantaranya sedang membicarakan sesuatu, yang lainnya mendengarkan dengan seksama. Ada seorang yang sedang menopang dagu, dan beberapa terlihat mengerenyitkan dahi, sebuah tanda bahwa ia sedang berpikir keras.
Kudatangi mereka satu-persatu, kusapa wajah-wajah serius itu dengan sebuah salam yang diajarkan oleh Idolaku, ”Assalamu’alaykum....”. Mereka cukup terkejut, sebab konsentrasi mereka pecah seketika. Mendengar apa yang sedang mereka bicarakan, tampaknya mereka sedang menyusun sebuah Bussines plan yang akan diajukan. Ya, mereka sedang merancang untuk melakukan sebuah bisnis.
Tiba-tiba saja salah seorang dari mereka mengomentari dua buah buku tebal yang ku’gendong’ saat itu, ”Waduh, dari ngajar ya? Wah... calon dosen nih!”. Aku hanya dapat menjawabnya dengan sebuah senyuman saja dan mengamini apa yang dikatakan oleh temaku itu. Yang lainnya tetap melanjutkan diskusi ’alot’ mereka. Saling mengutarakan pendapat dan berdebat kecil, dengan harapan bussiness plan mereka jadi lebih  baik.
Karena tubuh ini telah cukup lelah, aku pamit kepada mereka. Kuakhiri pertemuan itu dengan mendo’akan supaya Allah memberikan petunjuk dan bussiness plan mereka dapat lolos seleksi dan diberikan modal awal untuk menjalankan apa yang mereka rencanakan. Mereka pun mendo’akanku agar rencanaku melanjutkan study S2 ke eropa diizinkan oleh Allah dan diberkahi oleh-Nya.
Keluar dari gedung itu, aku hanya dapat tersenyum kecil mengingat perkataan temanku tadi, ”... calon dosen nih!”. Aamiin. Entah mengapa ada rasa haru dan bahagia mendengar kalimat itu. Seolah itu merupakan sebuah dukungan untukku. Semangatku terpacu lagi untuk dapat melanjutkan perjalanan ini. Untuk tetap berazzam menjadi sosok seorang yang membagikan ilmu yang dimlikinya kepada orang banyak. Untuk tetap menjadi insan yang berada dibalik layar peradaban manusia di dunia ini.
Mungkin suatu saat nanti aku akan lebih banyak berada di laboratorium, mengambil data, mengukur, mengamati dan hal-hal lain yang biasanya dilakukan oleh seorang ilmuan. Mungkin nanti aku akan lebih banyak berkutat dengan buku-buku tebal. Bisa saja kelak suatu hari nanti aku akan menghabiskan waktuku didepan komputer, mencari data, mengolah data dan membagikannya pada dunia. Mencoba mempelajari bagaimana Allah mengatur alam semesta dan isinya ini dengan begitu indah. Mencoba memahami, betapa rapi Dia mengatur semua ini. Mencoba mengerti apa makna kehidupan yang ingin Dia sampaikan melalui alam ini. Sebab sungguh, tiadalah Allah menciptakan semua ini dengan kesia-siaan belaka.
"...Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia,
Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.”
(potongan surah Ali Imran : 191)

Aku ingin menjadi sosok itu...
Yang begitu tunduk kepada Tuhannya
Aku ingin menjadi sosok itu...
Yang senantiasa mencari kebenaran melalui firman-Nya
Aku ingin menjadi sosok itu...
Yang mencoba menyadarkan mereka yang tidak percaya...
Bahwa Tuhan itu ada
Bahwa Tuhan itu Maha Berkuasa
Bahwa Tuhan adalah Dzat yang harus kita sembah
dan kita taati
Melalui apa yang kupelajari dari alam ini...
Inilah jalan hidup yang kupilih
Inilah rekam jejak yang akan kubuat
Dan inilah perjuanganku!

”Setiap orang memiliki jalan hidupnya masing-masing.
Tiada yang berhak untuk mengatur dan memaksakan jalan hidup seseorang
kecuali Dia, Yang Maha Berkuasa, Yang Maha Perkasa.”

Ditemani lantunan Al-Lail
Ruanganku,diantara bingkai kaca
Pertengahan pekan kedua
Februari 2010
Anggayudha A. Rasa

Jumat, 05 Februari 2010

KAMAMUKI IS REBORN!

BIsmillahirrahmaannirrahim

Tangkup roda kepemimpinan telah berganti.
Kampus ini seolah lahir kembali,
menjadi sebuah institusi yang mengalami revisi
Dari tatanan manajemen tertinggi hingga tatanan lingkup terkecil
Semuanya mengalami perubahan, tidak terkecuali
Karena perubahan adalah suatu hal yang hakiki

Begitu halnya disalah satu unit Terbesar yang ada di ITB : GAMAIS.
Keluarga Mahasiswa Islam Institut Teknologi Bandung.
Pun mengalami restrukturisasi kepemimpinan dari level teratas hingga ke ‘akar rumput’

Kini, kamamuki yang merupakan satuan unit terkecil GAMAIS yang terdapat di Program Studi Kimia telah mengalami pergantian kepemimpinan.
Sebuah evolusi perubahan yang secara berkesinambungan telah terjadi dan akan terus terjadi.

Menapaki jalan yang belum terjamah
Menghirup udara yang menyejukkan jiwa
Meninggalkan semua jejak masa lalu yang kelam
Menyisakan masa keemasan yang indah

Kini, Kamamuki tengah bangkit dari tidur panjangnya
Membangunkan jiwa-jiwa yang terlelap
Yang terbuai oleh keni’matan maya
Yang terlena oleh tenangnya gelombang samudra luas

Kini, Wajah kamamuki telah berganti.
Mencoba untuk memberikan pelayanan yang terbaik
Mengajak tuk bersama-sama meningkatkan kualitas diri
Menuju Ridha Illahi

Kini, Kamamuki telah bertransformasi
Dan akankah kita menjadi bagian dari perubahan ini?





Ditulis dengan Sebongkah bara api perubahan
Ruanganku, penghujung minggu pertama Februari 2010
Anggayudha A. Rasa

Kamis, 04 Februari 2010

SAINS DAN ILMUWAN, DUA AKTOR DALAM PERADABAN DUNIA


Sejarah telah menorehkan begitu banyak jejak-jejak kehidupan umat manusia. Sejarah telah mencatat rekam jejak kehidupan manusia-manusia penting yang memberikan pengaruh besar terhadap sepak terjang dinamika kehidupan umat manusia. Tentang sosok tokoh-tokoh besar seperti Muhammad SAW, Isaac Newton, Agustus Caesar, Napoleon Bonaparte, Thomas Alfa Edisson, Albert Einstein, dan sederetan nama lainnya yang tak akan pernah habis jika disebutkan satu persatu[1]. Namun tidak hanya itu. Sejarah juga telah berbicara tentang beragam peristiwa yang telah terjadi sejak dimulainya peradaban-peradaban kuno suku aztec, maya, india, inca dan sebagainya hingga saat ini : peradaban informasi dan teknologi.  
Ada yang menarik dibalik sejarah kehidupan manusia ini. Jika ditelusuri lebih mendalam, ada sebuah hal yang memiliki andil sangat besar didalam perputaran roda peradaban kehidupan itu : sains. Suatu bidang kajian yang lahir dari pemikiran-pemikiran para filsuf. Sains telah membuat peradaban kehidupan manusia saat ini menjadi jauh lebih sederhana, lebih mudah dan lebih praktis dibandingkan saat sains belum berkembang. Dahulu kala, kehidupan manusia sangat terbatas untuk dapat dilakukan dalam rentang waktu 24 jam. Dengan dikembangkannya sains dan ditemukannya bola lampu dan listrik, maka saat ini hampir seluruh manusia dapat lebih leluasa dalam melakukan aktivitasnya. Dengan berkembangnya sains, kini manusia dapat berbicara satu sama lainnya ditempat yang berbeda dengan waktu yang sama. Dengan berkembangnya sains, kini manusia tidak perlu repot-repot melakukan perjalanan hingga 1 bulan untuk dapat sampai ke negara tetangga, cukup 1 jam saja.
Tidak hanya itu, adanya sistem perancangan bangun, pembuatan jalan layang, sistem transportasi, komunikasi, kesehatan, kedokteran, dunia medis dan sebagainya telah mengubah sejarah kehidupan manusia. Namun, benarkah hanya itu peran sains dalam kehidupan dan lembar sejarah umat manusia? Tidakkah sains berperan penting dalam hal-hal lainnya?
Disebuah halaman dalam lembaran sejarah manusia, tertoreh kisah seorang Pemimpin Besar berkebangsaan italia yang saat itu berhasil menaklukkan hampir seluruh daratan eropa.[2]. Sebuah kisah tentang kehidupan beliau yang berakhir dengan mengenaskan. Fakta sejarah di masa-masa awal kematiannya mencatat bahwa Napoleon Bonaparte, seorang pemimpin yang telah berkiprah dalam dunia kemiliteran sejak berumur 14 tahun itu meninggal akibat penyakit kanker lambung yang dideritanya.
Berita kematian Napoleon ini awalnya dianggap biasa saja selama lebih kurang beberapa tahun berlalu sejak kepeninggalannya. Namun sejak diterbitkannya buku berjudul ”Memoriam De Marchand” karya De Marchand, pengawal pribadi Napoleon Bonaparte saat itu di awal tahun 1955, tragedi kematian Napoleon mulai terungkap sedikit demi sedikit. Informasi-informasi bagaimana keseharian Napoleon Bonaparte sejak ia mulai merasakan sakit dan gejala-gejala aneh tertulis dalam buku tersebut. Hal ini membuat salah seorang dokter gigi berkebangsaan Swedia bernama Sten Forshufvud, pengagum Napoleon Bonaparte tertarik untuk menyelidiki fakta sejarah yang janggal : Napoleon wafat karena terkena kanker lambung. [3]
Berangkat dari fakta-fakta yang tercatat dalam buku tersebut Sten mulai menyelidiki apa penyebab sebenarnya kematian idolanya. Ia menyelidiki gejala-gejala yang dialami oleh Napoleon saat pertama kali ia merasakan sakit. Ia mempelajari kehidupan Napoleon melalui buku berjudul ”Memoriam De Marchand” dan dari referensi-referensi lainnya. Dari informasi-informasi yang didapatkan, Sten menilai tidak mungkin Napoleon wafat karena mengalami kanker lambung, sebab gejala-gejala yang tampak dalam diri Napoleon saat itu tidaklah sama dengan gejala-gejala yang dialami oleh seseorang yang terkena kanker lambung. Dari situlah kecurigaan Sten muncul bahwa Napoleon wafat karena alasan lain.
Ia melanjutkan penelitiannya dengan terus mencocokkan gejala-gejala yang dialami Napoleon dengan gejala-gejala penyakit lainnya melalui informasi yang bisa ia dapatkan saat ini. Akhirnya dengan melalui serentetan analisis yang cukup panjang, Sten berpendapat bahwa kemungkinan besar Napoleon keracunan Arsen sehingga ia meninggal dunia. 
Ilustrasi Keadaan Menjelang Napoleon Bonaparte Wafat

Untuk membuktikan pendapatnya tersebut, Sten memerlukan sebuah bukti nyata berupa barang atau apapun yang terkait dengan hipotesisnya tersebut. Awalnya ia ingin menganalisis sesuatu dari mayat Napoleon yang sampai saat ini tersimpan dengan rapi disebuah museum. Namun pihak museum tidak mengizinkannya untuk melakukan hal tersebut. Akhirnya ia mencoba untuk menganalisa sampel rambut Napoleon yang masih disimpan  oleh beberapa keturunan kolega dari Napoleon yang masih hidup. Sebab, berdasarkan informasi yang didapatkan Sten dari sebuah referensi, orang yang keracunan Arsen rambutnya akan mengandung Arsen dalam jumlah yang berlebih.
Dengan terbatasnya teknologi analisis yang ada saat itu, Sten tidak dapat membuktikan hipotesisnya. Sebab, ia memerlukan banyak sampel rambut Napoleon sehingga ia dapat menganalisis kadar arsen di laboratorium. Sedangkan sampel rambut yang ia miliki hanya beberapa helai saja. Penelitian Sten terhenti untuk beberapa waktu saat itu.
Sten memutar otak, mencari metode analisis arsen yang tepat saat itu. Akhirnya ia memutuskan untuk mengirimkan sampel rambut yang ia miliki ke salah satu rekannya yang bekerja di laboratorium Nuklir di Inggris. Dengan menembaki sampel menggunakan neutron, kadar arsen dapat dianalisis.
Dari hasil analisis yang dilakukan, ternyata terbukti bahwa kadar Arsen dalam rambut Napoleon Bonaparte 40 kali lebih banyak dari kadar normalnya. Dengan adanya data ini, ia memiliki alasan yang cukup kuat untuk menyatakan bahwa hipotesisnya benar. Namun tidak cukup kuat untuk dapat membuat banyak orang percaya akan hasil temuannya itu.


Sten memerlukan lebih banyak rambut sehingga pembuktian hipotesisnya dapat lebih dipercaya. Oleh karena itu, ia mencoba untuk mempublikasikan hasil temuannya di sebuah jurnal ilmiah. Berharap para pemilik rambut Napoleon Bonaparte – yang didapatkan dari Napoleon Bonaparte secara lagsung dan diwariskan kepada keturunannya – membaca jurnal tersebut dan memberikan warisan rambut yang dimilikinya diberikan kepada Sten untuk dianalisis.
Bintang harapan Sten bersinar terang saat itu, harapannya terwujud. Ia mendapatkan akses untuk manganalisis rambut Napoleon Bonaparte yang tersebar dibeberapa wilayah di daratan Eropa saat itu. Bahkan beberapa helai rambut didapatkan dari sebuah keluarga yang mewarisi rambut itu di daratan Amerika.
Seketika itu juga Sten langsung menganalisis semua sampel rambut yang dimilikinya. Sten beruntung. Perkembangan sains dan teknologi saat itu melahirkan sebuah metode Analisis Spektrofotometri yang memudahkan sten dalam menganalisis seluruh sampel rambut yang dimiliki. Sehingga analisis arsen dalam rambut yang dilakukan lebih mudah dan lebih menghemat waktu.
Analisis yang dilakukan memberikan hasil yang mengejutkan. Hampir seluruh rambut Napoleon Bonaparte yang dianalisis memiliki kandungan Arsen melebihi jumlah yang sewajarnya. Fakta ini memperkuat hipotesis Sten bahwa Napoleon Bonaparte memang wafat karena keracunan arsen, bukan karena mengidap kanker lambung.
Lebih jauh lagi, Sten menduga bahwa Napoleon diracuni arsen oleh seseorang. Sebab tidak mungkin jika arsen dalam tubuh itu berasal dari luar (radiasi,dsb), karena Napoleon tidak banyak berinteraksi dengan radiasi-radiasi serupa. Hal ini diperkuat dengan adanya bukti-bukti yang tertulis dalam catatan harian De Marchand, pembantu setia Napoleon.
Hasil temuan Sten ini ia publikasikan dan mendapatkan respon yang mengejutkan masyarakat luas. Sedemikian hingga akhirnya sebuah catatan penting dalam lembaran sejarah peradaban manusia dicoret dan digantikan dengan fakta sejarah yang baru saja terungkap: Napoleon Bonaparte tidak mati karena mengidap Kanker Lambung, melainkan karena keracunan arsen. 
Ada hal yang sangat menarik dibalik kisah penyelidikan drama kematian Napoleon Boaparte ini. Bahwa sebenarnya sains memiliki peran yang sangat penting dalam sejarah kehidupan umat manusia. Bahwa sains adalah saksi bisu sejarah peradaban manusia yang kebenarannya tidak dapat ditawar-tawar lagi. Dengan perkembangan sains dan teknologi yang ada, fakta-fakta sejarah yang telah ada dapat diungkap kebenarannya. Sains dapat mengupas fakta sejarah yang ada dan mengoyak-oyak kebohongan yang ada dibalik itu semua, sebab sains adalah pihak yang netral. Sains adalah fakta yang tidak dapat ditawar-tawar lagi keberadaannya.
Namun ternyata, peran sains tidaklah cukup untuk dapat  merubah sejarah dunia. Sains tidak akan dapat merubah sejarah peradaban ketika tidak ada Ilmuan yang menggunakan sains itu dengan baik. Sebab sains hanyalah sebuah media atau peralatan untuk dapat mengungkapkan fakta yang ada. Sesungguhnya Ilmuan-lah, yang merupakan aktor dibalik pengungkapan fakta yang ada dengan menggunakan sains.
Ilmuan-ilmuan ini lah yang telah berhasil mengubah sejarah kehidupan manusia hingga saat ini. Sten Forshufvud hanyalah salah satu contoh ilmuan yang berhasil mengubah sejarah dunia. Masih banyak ilmuan-ilmuan lainnya yang berjasa dan berperan dalam peradaban umat manusia. Seperti Isaac Newton yang mengusung teori gravitasi. Tanpa teorinya yang diilhami sebuah apel yang jatuh itu, tentu tidak akan ada peradaban seperti saat ini. Demikian halnya dengan Einstein. Tanpa teori relativitasnya, tentu teknologi yang ada saat ini masih teknologi zaman batu. Belum lagi upaya-upaya yang dilakukan oleh Thomas Alfa Edison yang melakukan seribu penelitian hingga diciptakannya lampu pijar untuk pertama kalinya. Jika saja saat itu Thomas Alfa Edisson malas-malasan dan berhenti melakukan penelitian, tentu sangat memungkinkan saat ini kita akan terus menerus hidup dalam kegelapan saat malam hari.
Namun demikian, perubahan besar dalam peradaban melalui karya-karya ilmuan-ilmuan ini tentunya tidaklah mudah. Mereka harus mengalami serangkaian proses perjuangan yang begitu berat sedemikian hingga ilmu yang mereka miliki dapat bermanfaat bagi orang banyak dan merubah sejarah peradaban manusia. Mereka ditimpa begitu banyak cobaan dan rintangan. Bahkan kematian pun bisa menjadi ujian terberat bagi mereka. Seperti contohnya Galileo-Galilei, ilmuan abad ke 15 yang hidupnya berakhir di tiang gantung karena ia mempertahankan argumennya bahwa bumi itu bulat, bukan bundar dan pipih seperti apa yang diyakini oleh para pendeta gereja di eropa saat itu.  Lain halnya dengan Marie Curie yang harus wafat akibat kanker karena ia terlalu banyak terkena paparan radiasi polonium. Namun kematiannya itu terbayarkan oleh teknologi radiologi yang digunakan oleh banyak orang diseluruh penjuru dunia saat ini.
Oleh sebab itu, tidak berlebihan rasanya jika para ilmuan yang kebanyakan mengurung dirinya di laboratorium, bekerja dibalik meja-meja kerjanya diberi julukan Pahlawan dalam kesunyian. Sebab dibalik kesunyiannya itulah ditemukan fakta-fakta penting, gagasan-gagasan revolusioner, dan ide-ide yang mampu membuat sebuah catatan sejarah tentang peradaban kehidupan manusia. Yang mampu membuat kehidupan manusia menjadi jauh lebih berarti.
Jadi, bersediakah kita menjadi ilmuan yang bekerja dalam kesunyian untuk sebuah peradaban umat manusia yang lebih mulia?


[1] Michael Hart. 100 Tokoh Paling Berpengaruh Dalam Sejarah. 1992
[2] J. M. Thompson and Norman Hampson. Napoleon Bonaparte.
[3] Idem

Selasa, 02 Februari 2010

Aku bukanlah yang terbaik diantara kalian

Aku bukanlah manusia itu, yang suci dan terbebas dari dosa
Aku bukanlah manusia itu, yang tak pernah melakukan kesalahan
Aku bukanlah manusia itu, Yang senantiasa berbuat kebenaran

Hanya seorang yang mencoba menyuarakan kebenaran
Hanya seorang yang sedang mengajak kepada kebenaran

Aku bukanlah manusia itu...
Aku hanyalah kertas putih penuh bercak noda
Yang sedang mencoba menghapus seluruh berkas goresan tinta kelam

Aku bukanlah manusia itu ...
Aku bukanlah mereka ...
Aku bukanlah dirimu ...
Aku bukanlah dia ...
Karena aku adalah aku ...

Dan aku bukanlah yang terbaik diantara kalian...
Maka ingatkanlah diriku ketika aku salah melangkah
Sebab itu tegurlah diriku saat keputusan yang kuambil adalah sebuah kesalahan
Dan nasihatilah diriku dengan petuah yang benar, dengan cara yang baik-baik

Patuhilah diriku, selama aku mematuhi Allah dan Rasul-Nya.
Dengarlah nasihatku selama apa yang kusampaikan benar adanya
Lakukanlah apa yang memang sudah seharusnya kita lakukan

Ditulis dengan teguran atas diriku
Ruanganku, 22.10 WIB
hari terakhir bulan pertama tahun 2010
Anggayudha A. Rasa