Selasa, 25 Desember 2012

Gini nih caranya membuat #target2013 lebih terarah! [part 2]

Oke. Jadi sepertinya kita sudah sepakat bahwa dalam mencapai target, ga cukup kita menuliskannya di kertas ukuran besar lalu menempelnya di dinding dan berharap target itu terpenuhi dengan sendirinya melalui teknik afirmasi. Kita setuju bahwa tanpa rencana, target-target yang ingin kita raih hanya akan menjadi angan-angan belaka.


So…  the next question is… “HOW do we make our plan to achieve our targets?”, “Gimana caranya kita nentuin rencana kerja biar bisa memenuhi target?” Yukmari kita mulai bahas tahap per tahap….
 
1. Tuliskan semua target dengan lebih rapi
  • Buat tabel di Microsoft excel atau bagi pengguna latex/software lainnya dipersilahkan. Buat 6 kolom dengan rincian masing-masing kolom: Perspektif, Faktor penentu keberhasilan pribadi, tujuan pribadi, tolok ukur, target dan program kerja.
  • Tuliskan 4 perspektif di masing-masing baris pada kolom perspektif: keuangan, eksternal, internal dan pembelajaran
  • Tentukan faktor penentu keberhasilan pribadi untuk setiap perspektif.
    Faktor penentu keberhasilan pribadi adalah faktor-faktor yang membuat kita layak menilai diri menjadi pribadi yang berhasil atau tidak. Kita dapat menentukan faktor penentu keberhasilan ini dengan menanyakan, “Kapan menurutmu kondisi keuangan mu dikatakan berhasil?”. Jawab: “Jika kondisi keuangan saya sehat.” Atau “Jika asset yang saya miliki semakin berkembang.” Maka faktor penentu keberhasilan pribadi untuk perspektif keuangan kita adalah kesehatan keuangan keluarga dan banyaknya asset yang dimiliki. Artinya sehat atau tidaknya keuangan kita serta banyak/sedikitnya asset yang kita miliki itu menjadi faktor yang menentukan keberhasilan kita.
  • Tentukanlah tujuan pribadi.
    Tentukan tujuan pribadi untuk setiap faktor keberhasilan tersebut. Misalkan tujuan dari memiliki kesehatan keuangan keluarga adalah mendapatkan penghasilan yang lebih tinggi dan mendapatkan gaji yang lebih tinggi.
  • Tentukanlah tolok ukur
    atau dengan kata lain tentukanlah apa parameter keberhasilan kita. Misalnya untuk contoh untuk tujuan pribadi pendapatan lebih banyak tolok ukurnya adalah mendapatkan ‘ceperan’ (uang pemasukan selain gaji pokok) lebih banyak. Atau untuk tujuan pribadi kenaikan gaji, tolok ukurnya adalah persentase kenaikan gaji.
  • Tentukanlah Target pribadi
    Nah! Di poin ini barulah kita tentukan apa target kita sesuai dengan tolok ukur yang telah kita tentukan tadi. Misalnya Tolok ukur keberhasilan aspek kesehatan keuangan kita adalah persentase kenaikan gaji maka target pribadinya bisa berupa kenaikan gaji di tahun berikutnya minimal 30% dari tahun sebelumnya. Atau untuk tolok ukur banyaknya ceperan yang didapat, targetnya adalah mendapatkan ceperan minimal 4 juta per bulan. 
  • Semua target pencapaian dibuat, mulai dari perspektif keuangan, eksternal, internal dan pembelajaran. Contoh sederhana tabel yang dimaksud dapat dijelaskan dalam gambar berikut:
2. Buatkan program kerja  
Setelah target sudah kita buat berdasarkan setiap perspektif, selanjutnya yang perlu kita lakukan adalah menentukan program kerja apa saja yang perlu kita lakukan untuk mencapai target yang telah kita tentukan.
Misalnya: untuk perspektif eksternal, faktor penentu keberhasilan kita adalah inspirasi yang disebarkan ke masyarakat. Sementara tujuan pribadinya adalah untuk menjadi jalan inspirasi bagi banyak orang. 

Sedangkan tolok ukurnya ada 7, salah satunya adalah banyaknya buku yang ditulis. Kita ambil targetnya adalah menuliskan 1 buah buku. Maka kemudian kita buatkan apa saja program kerja yang perlu kita lakukan agar target menuliskan 1 buah buku di tahun 2013 tersebut dapat tercapai.
 

Misalnya programnya antara lain: membuat rancangan penulisan buku, menentukan coach menulis, setor tulisan sepekan sekali kepada coach, dst. Maka kita tuliskan program-program kerja tersebut tepat di sebelah kolom target.
berikut ini contohnya:

 


3. Alurkan program kerja menjadi rencana kerja 


Kalo udah ada program kerja, maka langkah selanjutnya adalah mengalurkan program kerja menjadi rencana kerja. Nahlo! Apa bedanya? Gampangnya,program kerja itu kita alurkan terhadap waktu sehingga jadilah rencana kerja.
Contohnya begini kira-kira:
 
 


Tuliskan target, program kerja dan bulan (termasuk pekan) dalam satu alur.
Misalnya, untuk memenuhi target menulis 1 buku di tahun 2013 program kerja yang harus dilakukan adalah membuat rancangan buku, mencari coach menulis, setor tulisan 1 pekan sekali, mencari mitra penerbit, dst dst. Kemudian setiap program ini dibuat aluran waktu. Rencana kerja membuat rancangan buku pada bulan januari pekan pertama. Mencari coach menulis dilakukan di pekan pertama dan kedua, dan seterusnya.
Dengan adanya tahapan ini, rencana kerja kita lebih terarah, sehingga kita tau apa yang harus kita lakukan dari pekan ke pekan.
 

4. Buatkan lembar kontrol kinerja 

Sebagai manusia yang punya tabiat pelupa/tidak konsisten/malas atau faktor-faktor lainnya, kita memerlukan sebuah mekanisme kontrol untuk mengontrol kinerja kita setiap pekan. Untuk apa? Pastinya agar rencana yang sudah kita susun dengan susah payah bisa berjalan dengan baik dan semua target tercapai.
Tapi… gimana caranya?
Ini dia cara bikin lembar kontrol kinerja
1.   Pisahkan lembar kontrol kinerja harian, pekanan dan bulanan
2.   Berikan tanda centang pada aktivitas yang telah dilakukan  pada hari/pekan tersebut
Contoh: Seharusnya di pekan ketiga saya menyetorkan tulisan kepada coach menulis saya, namun karena saya yang teledor akhirnya tidak ada tulisan yang saya setorkan. Maka pada kolom pekan ketiga januari dan baris ‘program setor tulisan 1 pekan sekali’ diberi tanda silang. Sebagai konsekuensi, pekan berikutnya saya harus menyetorkan tulisan minimal 2x (ditambah dengan ‘tunggakan’ tulisan yang harus saya setor di pekan ketiga).
Contoh lain: Sesuai dengan rencana, pada pekan ke 5 bulan maret draft buku saya sudah selesai. Maka pada kotak tersebut saya beri tanda centang sebagai tanda bahwa rencana kerja saya terpenuhi.


5. Tentukan coach/mentor/orangtua/saudara/teman dekat


Ternyata lembar kontrol belum cukup! Berdasarkan pengalaman beberapa orang yang telah melakukan mekanisme seperti ini, ternyata kalo kita yang jadi perencana, kita yang jadi eksekutor sekaligus sebagai pengevaluasi semuanya akan terjadi sesuai kehendak kita. Yang jadi permasalahan adalah, seringkali di tengah perjalanan kita merasa malas, kita menunda-nunda dan menjadi tidak konsisten dengan rencana kerja yang kita buat. Maka dari itu kita perlu bantuan pihak ketiga yang bersedia menegur kita, mengontrol kita atau bahkan memarahi kita jika rencana kerja yang kita buat tidak berjalan sesuai dengan target.

Orang itu bisa berupa guru/mentor/orangtua/saudara/teman dekat. Jika perlu kita membayar coach tersebut  secara profesional dan buatkan kesepakatan hitam diatas putih di hadapan notaris dengan hak dan kewajiban tertentu yang harus ditunaikan. Mengapa? Supaya kita merasa ada kepentingan. Supaya kita berpikir ulang jika rencana kerja yang sudah kita susun itu kita langgar sendiri.


Nah, sekarang semua perencanaan telah kita lakukan. Dari mulai menentukan target, menyusun program kerja, merancang rencana kerja sampai membuat mekanisme kontrol kinerja. Ibaratnya peralatan tempur sudah siap, strategi perang sudah oke. Kuncinya tinggal satu: kita yang melakukannya. Percuma saja rasanya jika semua kebutuhan perang sudah terpenuhi tapi kita nya ga mau perang. Mending ga usah punya rencana aja sekalian! Atau ga usah aja perang sekalian. Hidup, Cuma buat menunggu mati.



Rencana tanpa aksi = bunuh diri

Sejatinya semua perencanaan dan persiapan yang kita lakukan itu hanyalah sebagian dari keberhasilan kita. Tidak ada yang menjamin dengan rencana yang bagus kita bisa mendapatkan hasil yang bagus. BIG NO! terus apa gunanya dong kita bikin rencana njelimet (baca:rumit), bikin pusing, ngabisin waktu dan energi? 

Klo tau gitu mending ga usah punya rencana sekalian!
jawabannya?? Ya silahkan aja kalo mau kayak gitu… Tapi itu artinya peluang gagal lebih besar. Kenapa? Lha wong orang yang punya rencana aja bisa BANGET gagal, apalagi orang yang ga punya rencana kerja…
Orang yang udah punya rencana mau jalan-jalan keliling bandung aja bisa batal jalan-jalannya gara-gara macet, apalagi orang yang ga punya rencana sama sekali??


Jadi sekali lagi kuncinya ada di kita yang melakukannya. Semua perencanaan akan sia-sia jika kita tiak pernah mau menjalankannya dengan penuh komitmen dan dijalankan dengan konsisten. Semoga dengan adanya perencanaan ini, target yang ingin kita capai di masa yang akan datang dapat lebih mudah tergapai.

Terakhir… saya ingin menutup tulisan ini dengan sebuah quote dari Brian Tracy, salah seorang pakar manajemen. “Until you write a plan, your goals are just DREAMS.”
Jadi?? Yuk bikin rencana kerja tahun 2013 dan wujudkan impian menjadi nyata!

 

Senin, 24 Desember 2012

Gini nih caranya membuat #target2013 lebih terarah! [part 1]



Tak terasa kalender yang tersisa hanya tinggal selembar saja. Tahun 2012 akan segera berakhir dan berganti dengan tahun 2013. Seperti akhir-akhir tahun yang lalu, saat ini saya yakin hampir setiap motivator-motivator akan berpesan kepada kita, “Buatlah resolusi Anda di tahun 2013. Tuliskanlah setiap target Anda yang jelas dan nyata, apa saja yang ingin Anda raih di tahun 2013 dan bla bla bla….” Tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada para motivator tersebut, menurut saya MENULIS target itu kurang berguna ya?? Kurang berguna klo ternayta Cuma jadi pajangan doang tanpa perencanaan.

Saya jadi ingat saat dulu saya masih duduk di bangku perkuliahan 3 tahun silam. Saat itu tahun 2009 dan saya mengikuti sebuah acara training motivasi. Berhubung momentum nya tepat di akhir tahun, sang motivator menginstruksikan kepada kami untuk menuliskan apa saja yang menjadi daftar impian kami. Kemudian beliau menginstruksikan kepada kami juga untuk menuliskan apa resolusi di tahun 2010 dan meminta kami menuliskannya di selembar kertas berukuran A2 untuk kemudian ditempel di ruang kerja, di kamar.

Selepas training, segera saya tuliskan ulang resolusi serta target-target pencapaian saya tahun 2010 di selembar kertas ukuran A2 lalu dengan PD nya menempelkan di depan kamar saya di asrama. Ada cukup banyak poin disana, sekitar 8 target yang ingin dicapai. Untuk menambah rasa percaya diri & bukti dari komitmen, tak lupa saya imbuhkan tulisan, “Tolong jangan segan untuk tegur saya jika saya terlupa dengan apa yang saya tuliskan di kertas ini!”

Lalu, di akhir tahun 2010 apa yang terjadi?? Hampir tak satu pun target tersebut tercapai. Saya menyesal sekali. Semangat yang menggebu-gebu itu terus meluntur seiring dengan berjalannya waktu. Motivasi yang tadinya tinggi lama-lama habis dimakan kesibukan sehari-hari.  Setelah saya coba pelajari pelajari lagi, membaca buku ini-itu, diskusi sana-sini, ternyata ada beberapa poin utama yang menurut saya menjadi faktor-faktor utama penyebab kenapa target itu ga tercapai: 

1. Terlalu tinggi

Kemungkinan besar saya memasang target terlalu tinggi. Ga realistis. Belum lagi targetnya ga terukur dengan jelas, jadi bingung juga mau mencapainya gimana. Tingginya target ini udah pasti karena saya ga mampu mengukur kemampuan diri sendiri. Keinginan terlalu tinggi, tapi aksi masih cupu sekali.

2. Kurang bisa memprioritaskan mana yang seharusnya lebih dulu dikejar
Nah, ini dia penyakit kebanyakan orang. Kesulitan bikin skala prioritas. Akhirnya karena targetnya banyak, begitu semua peluang dateng kita bingung mau milih ambil yang mana. Karena kebawa napsu, akhirnya semua peluang diambil. Begitu semua peluang dijabanin (baca: diladeni) yang terjadi adalah kita ga optimal di setiap peluang yang ada. Karena satu pun ga optimal, akhirnya ga ada target yang kesampaian.
Contoh sederhana: kita pengen dapet IP 3,5 semester depan plus kita juga pengen jadi ketua himpunan yang notabene ngabisin banyak banget waktu. Pada suatu kesempatan, ada kesempatan buat hearing pertama calon ketua himpunan yang bersamaan dengan semalam sebelum suatu ujian. Di titik itu, kita harus mengambil keputusan: mau belajar buat ujian biar dapet nilai bagus atau ambil kesempatan buat ikutan hearing yang biasanya sampe jam 1 pagi. Nah… kalo kita ga punya skala prioritas dan ga tau kapasitas diri, yang ada kita ambil dua-duanya. Pas hearing kita mikirin ujian, pas lagi ujian kita mikirin gimana hearing kemarin. Nahlo!

3. Ga konsisten
      Inilah penyakit kebanyakan kita: sering ga konsisten sama apa yang udah kita tetapkan. Hari ini bilang ini, besok bilang itu. Awalnya pengen anu, besoknya pengen inu. Klo udah punya target yang jelas misalnya mata kuliah X harus dapet A, yang ini B gpp, yang itu A, yang satunya AB dan blablabla. Tapi giliran belajar mata kuliah X, ga pernah serius belajar. Alasannya “Duh, nanti aja deh belajarnya pas mau ujian.” Begitu ada pengumuman 2 minggu lagi ujian mata kuliah X, ada lagi tuh alasannya, “Alah… masih 2 minggu gini. Sante aje kayak di pante sambil makan sate bareng sama bule….” Baru deh pas pada heboh besoknya mau ujian baru belajar mati-matian ampe dibela-belain ga tidur semaleman. Pas ujian? Ngantuk amit-amit. Ga bisa konsen ngerjain soal. Begitu nilai udah keluar, baru kalap. “Duh… gimana bisa dapet A klo nilai Cuma segini??” Dan biasanya yang macam begini selalu diikuti sama sebuah tekad (yang sebenernya juga diragukan), “Oke! UTS 1 boleh pas-pasan. Nanti liat aja! UTS 2 nilai nya bisa maksimal.” Bisa nebak apa hasil akhirnya?? YA! Palingan juga ga kesampean tuh nilai A. Syukur-syukur lulus. Akibatnya? Target IP 3.5 ga kesampean. Gara-gara apa?? Jelas karena ga punya komitmen!
  
      4. Ga punya rencana kerja yang terarah & terukur
Ini juga yang seringkali melanda sang pembuat target. Sangat teramat tau dan paham dengan apa yang ditargetkan, tapi ga punya rencana  detil yang terkontrol. Biasanya orang-orang seperti ini memiliki konsep hidup “gimana nanti.” Ketika ditanya bagaimana caranya mewujudkan target tersebut jawabannya selalu ga jauh-jauh dari satu pernyataan pamungkas, “Ya udah… gimana nanti aja.”Akhirnya? ya apa yang ditargetkan bener-bener bergantung pada satu hal yang berada di luar kendali dia: keberuntungan. Jadinya peluang dan kesempatan itu ditunggu, bukan diciptakan atau dijemput. Wajar klo orang-orang dengan model seperti ini jarang mencapai target yang telah dia tentukan. Lha wong orang yang udah punya rencana detail aja sering gagal, apalagi orang yang ga punya rencana??



Nah, jadi gimana caranya menentukan target tahunan & berupaya mewujudkannya jadi nyata?? Simak terus lanjutannya ya….
[BERASMBUNG]

Kamis, 22 November 2012

Mau dapet lebih tapi ga mau ngelakuin lebih? NGIMPI!!



Baru-baru ini saya tumbang dan tak bisa beraktivitas selama beberapa hari. Cuaca yang buruk selama sepekan terakhir memang sangat mendukung banyak warga Bandung untuk jatuh sakit. Awalnya hanya radang tenggorokan biasa, tapi entah kenapa jadi menjalar kemana-mana. Ya demam lah, ya diare lah, ya magh lah dan sebagainya dan sebagainya. 

Tepat beberapa saat dalam istirahat saya, ibu menelpon dan menanyakan kabar saya. Lalu saya jawab apa adanya sesuai dengan apa yang saya rasakan saat itu. Yang pada awalnya ibu berbicara dengan nada datar seperti biasanya tiba-tiba berubah jadi omelan-omelan tanda kekhawatiran yang menurut saya agak berlebihan. “…. Kamu ini kerja diforsini, bla bla bla bla….”, baru saja saya mau berargumen ibu sudah menyambut lagi, “…. Nanti klo sampe kamu masuk rumah sakit, la la la la la…” dan akhirnya saya hanya mampu menjawab dengan 3 kata: iya, siap dan oke yang divariasikan sesuai dengan kebutuhan. Hehehe…
Saya paham dengan kekhawatiran ibu pada putra bungsunya yang gendut ini. Dan saya sangat menghargai semua nasehat maupun ocehan beliau. Saya lakukan setiap saran & nasehat yang mampu saya lakukan. Mungkin memang ibu se-cemas itu dengan saya, namun terus terang saya lebih khawatir lagi dengan masa depan saya. Ada 2 alasan bagi saya mengapa saya selalu memforsir untuk bekerja lebih dari 12 jam sehari, melebihi standar waktu kerja kebanyakan orang: impian dan kekhawatiran. Impian saya di masa mendatang tentang kehidupan generasi mendatang dan kekhawatiran saya akan sebuah ancaman kematian.

Hal lain yang menjadi inspirasi bagi saya adalah kisah para generasi pendahulu yang telah mendulang keberhasilan. Dari yang saya pelajari, ternyata ada satu pola yang berulang dalam kehidupan orang-orang yang sukses: Go Extra Miles! Alias bekerja melebihi standar rata-rata. Jika kebanyakan orang hanya bekerja 8 jam sehari, mereka berusaha mati-matian bekerja lebih dari 8 jam sehari. Jika kebanyakan orang hanya berani melakukan apa yang kira-kira bisa mereka lakukan, orang-orang sukses ini justru berani melakukan apa yang kira-kira tidak bisa mereka lakukan dan ternyata mereka bisa!

Seperti yang diceritakan oleh dosen pembimbing saya yang dulunya menyelesaikan program master dan doktoralnya di Tokyo Institute of Technology, Jepang. Ternyata kebanyakan orang-orang di Jepang yang memiliki prestasi tinggi bekerja lebih dari waktu kerja standar kebanyakan orang. Dosen saya berkisah, biasanya orang-orang Jepang itu standar bekerjanya 10 jam per hari. Masuk tempat bekerja jam 9 pagi dan baru keluar biasanya jam 7 malam. Tapi tidak sedikit juga para akademisi Jepang yang bekerja hingga larut malam. Ada yang jam 9 malam baru pulang, ada yang jam 11 bahkan ada yang dengan sengaja pulang saat kereta terakhir beroperasi yaitu jam 1 pagi.

Belum lagi kisah orang-orang terdekat yang saya nilai berhasil. Setelah saya amati, ternyata pola ini berulang juga pada kehidupan mereka. Mereka tidur lebih larut malam, mereka bangun jauh lebih pagi. Disaat kebanyakan teman-temannya bermain ia justru menyibukkan dirinya dengan banyak aktivitas. Mulai dari berorganisasi, bekerja paruh waktu, belajar, melakukan eksperimen di laboratorium, mengikuti pelatihan ini-itu dan sebagainya. Yang jelas mereka melakukan sesuatu lebih daripada apa yang orang lain lakukan.

Saya jadi semakin menyadari bahwa Go Extra Miles itu sangatlah penting untuk dilakukan. Tidak hanya dari segi waktu bekerja, tetapi juga dari segi keberanian dalam melakukan hal-hal yang tidak biasa orang lain lakukan, keberanian dalam melakukan hal-hal yang sebagian besar orang lain takut melakukan hal tersebut, keberanian dalam melakukan hal-hal yang menurut orang banyak mustahil untuk dilakukan.

Bukankah hidup kita ini ibarat cerminan dari apa yang kita lakukan?
Maka untuk apa kita berharap mendapatkan lebih jika kita tak ingin melakukan lebih?


Selasa, 20 November 2012

Menulis, menginspirasi dunia dengan kata


Alhamdulillah…. Akhirnya (mau) dan bisa posting lagi di blog setelah setaun lebih ga nge-blog. Terus terang keinginan untuk melanjutkan tulisan-tulisan terdahulu itu muncul gara-gara ketemu sama bunda helvy tiana rose di acara Forum Indonesia Muda akhir oktober lalu dan habis baca bukunya mbak Sofie Beatrix yang judulnya “Kitab Writerpreneur. Jangan (TAKUT) jadi penulis!” pagi ini.

Rasanya darah penulis dari ibu yang mengalir dalam tubuh saya ini mulai bergejolak dan mulai meronta-ronta meminta saya menekan tuts-tuts mungil di laptop untuk menuangkan gagasan-gagasan yang muncul dalam benak saya. Keinginan ini diperkuat juga dengan komentar beberapa teman yang meminta saya menuliskan pembelajaran-pembelajaran yang saya dapatkan dalam bentuk sebuah tulisan lengkap. Mungkin mereka merasa gerah dengan tulisan yang saya sampaikan sepotong-sepotong melalui kultwit di akun twitter saya.

Adanya pesan-pesan itu membuat keinginan saya untuk berbagi dari hari ke hari semakin kuat dan membangkitkan lagi salah satu impian saya yang entah sejak kapan terkubur dan terpendam: menjadi jalan inspirasi bagi kehidupan banyak orang. Saya masih ingat betul. Poin ke 73 dalam daftar impian saya adalah menjadi jalan inspirasi bagi kehidupan melalui deretan tulisan yang lahir dari perjalanan kehidupan banyak orang.

Rangkaian kejadian selama 1 tahun terakhir membuat saya semakin berdosa dan merasa menjadi seorang yang munafik. Saya punya impian pengen menginspirasi orang melalui buku, tapi…. Ko ga pernah nulis?Mana mungkin bukunya klo ga pernah nulis?? Masih terngiang di kepala saya pesan bunda helvy, penulis inspirasional yang sejak usia 6 tahun sudah terbiasa dengan dunia baca-tulis, “Hidupmu adalah sejarah, dan karyamu yang aan mempertahankannya!”. Dan tulisan adalah salah satu bukti sejarah bahwa kita memang pernah ada di dunia ini, dengan seluk beluk gagasan dan pengalaman kehidupan yang kita dapatkan.

Hati saya semakin tergerak saat membaca tulisan Novilia Lutfiatul, seorang mahasiswi yang menjadi korban kecelakaan maut di jawa tengah dua pekan lalu yang ternyata juga seorang blogger (penulis). Ia meninggalkan sebuah karya terakhir dalam tulisannya yang berjudul “Dosen Tak Bernyawa” beberapa saat sebelum tragedi naas itu menimpa dirinya. Dalam tulisan itu ia menceritakan tentang datangnya ajal yang tak pernah diduga, tentang kematian yang pasti datang namun tak pernah tau kapan kan disangka.  Lalu kemudian peristiwa itu tiba. Ia mengingatkan kita tentang makna sebuah kematian. Ia menginspirasi manusia untuk siap menghadapi ajal kapanpun ia kan datang. Itu adalah karyanya, itu adalah jejak kehidupannya.

Belum lagi Tetsuko kuroyonagi yang telah menginspirasi jutaan manusia di seluruh belahan dunia tentang sistem pendidikan bagi anak-anak melalui karyanya, “Totto-chan, The little girl at the window.” Yang saat ini telah menjadi buku international best seller . Tidak hanya itu, sejak diterbitkannya buku itu hingga saat ini sudah ada banyak kebijakan tentang pendidikan yang diubah di berbagai negara hanya karena terinspirasi oleh kisah Totto-chan yang memiliki rasa keingintahuan yang begitu tinggi.
Saya jadi berpikir, bahwa suatu tulisan bukan hanya sekedar deretan kata tak bermakna yang tak bisa membuat perubahan apa-apa. Justru tulisan adalah salah satu cara paling ampuh untuk mengubah dunia. Mengubah dunia hingga memiliki sebuah pemikiran, sebuah gagasan yang kita anut.

Itu sebabnya saat ini saya jadi termotivasi kembali  untuk kembali menulis dan mengasah lagi kemampuan saya dalam merangkai kata dan menjadikannya kalimat-kalimat penuh makna. Dan berharap suatu saat nanti huruf demi huruf, kata demi kata, kalimat demi kalimat dan paragraf demi paragraf yang saya susun menjadi sebuah rangkaian tulisan ini akan menjadi saksi di hari akhir kelak bahwa saya pernah hidup di dunia ini dengan membawa kebaikan-kebaikan yang akan mengantarkan saya dalam kehidupan di syurga. Aamiin.