Cerita berawal dari seorang pimpinan kabilah bani Amir yang hidup di lembah Hijaz, Arabia antara Makkah dan Madinah. Syed Omri namanya. Sedemikian besar pengaruh beliau, hingga tersohor sampai ke negeri lain. Beliau sangat kaya raya, bahkan kekayaannya itu mungkin tak kan habis oleh tujuh turunannya. Namun, segala karunia itu masihlah kurang dirasakannya. Karena hingga di usianya yang telah lanjut dia belum juga dikarunia seorang putra, yang kelak bisa melanjutkan tampuk kepemimpinannya.
Setelah berdo’a pada Allah dan bersedekah siang malam. Allah mengaruniakan seorang permata hati yang diharap-harapkannya. Beliau beri nama anak itu ’Qays’.
Kelahiran Qays, membuat semangat Syed Omri bangkit lagi. Ia banyak menghabiskan waktunya di rumah, membimbing dan mengasuh anaknya dengan segenap tumpahan jiwa.
Hari berganti dan tahun berbilang. Qays tumbuh dewasa dan tampan. Dia di sekolahkan pada guru yang bijaksana dan penyabar, guru ini juga menguasai berbagai ilmu. Di majlis ilmu inilah Qays bertemu dengan pujaan hatinya Laila, gadis cantik yang dikaruniai kecerdasan, kefasihan lidah dan kemampuan mengagumkan dalam merangkai madah. Dialah mahkota bangsa Arab.
Qays tidaklah bertepuk sebelah tangan. Laila ternyata menyukainya juga. Pun cinta sudah mengakar pada kedua sejoli, namun tak ada kata-kata rayuan yang keluar, hanya mata yang berbicara. Mereka berdua tak peduli lagi dengan pelajaran.
Angin Arab pun berhembus membawa kisah asmara pada keluarga si gadis yang memesona dan mengikat hati Qays. Orang tua Laila marah besar, bagi mereka ini adalah aib, cinta remaja yang dirasakan Laila dan Qays adalah aib yang mencoreng nama baik keluarga dan kabilahnya. Seketika Laila di pisahkan, dipingit oleh keluarganya dan dilarang bertemu Qays.
Mengetahui hal itu, Qays gelisah, ketika malam tiba ia mulai meninggalkan rumah dan berjalan tak tentu arah. Bibirnya pun mulai melantunkan sajak-sajak kepedihan, sajak yang keluar dari jiwa yang terluka.
Semakin hari jiwa pemuda malang itu semakin parah, ia berjalan dan terus menerus memanggil nama kekasih hatinya ”Laila..Laila..”.
Tindakan yang memanggil nama anaknya itu membuat orang tua Laila marah besar dan malu, karena baginya Qays adalah seorang gila (Majnun), berjalan tak tentu arah, dan menceracau memanggil nama anaknya kesana kemari.
Syed Omri pun turut berduka melihat keadaan anaknya. Maka demi menyembuhkan anaknya dari rasa gelisah luar biasa, Ia dan kabilahnya pun melamar Laila untuk putranya. Namun apa daya, orang tua Laila menolak mentah-mentah. Mereka malu bermenantukan seorang majnun.
Sekali pun telah ditolak oleh keluarga Laila, Majnun tak berubah, ia terus menyebut dan memanggil nama Laila. Dari bibirnya mengalirlah sajak-sajak cinta. Demikian indah sajak cinta Majnun, hingga banyak orang yang mendengarnya turut bersedih.
Laila pun mengalami guncangan keras mengetahui keadaan belahan jiwanya. Ia pun tak jarang menggumamkan sajak cinta dan kerinduannya pada Majnun.
Cinta keduanya begitu kuat, hingga tak ada satu pun yang bisa memisahkan, sekali pun, Laila telah dinikahkan oleh orang tuanya, Laila tetap menjaga kesuciannya. Sekali pun Syed Omri datang mencari anaknya yang dalam pengembaraan dalam keadaan sakit-sakitan demi membujuknya agar bersedia pulang. Majnun tak berubah pada pendiriannya. Hingga kedua orang tua Majnun meninggal, tak ada sesuatu pun yang menggetarkan hati Majnun untuk kembali pada kehidupan normalnya.
Keduanya pun meninggal dengan membawa duka di dalam hati masing-masing..
============ ============== ================
Ya.... itulah kisah yang diceritakan dalam sebuah roman yang begitu dielu-elukan oleh banyak pujangga di dunia ini : Kisah Cinta Laila dan Majnun. Suatu kisah cinta dalam sebuah buku yang telah dicetak diseluruh dunia sejak tahun 1183 hingga saat ini yang mampu membuat setiap hati yang membacanya menitikkan air mata karena kesedihan kisah cinta yang terukir. Tak terbayangkan jika kita berada disalah satu posisi Laila atau Majnun.
Ada suatu hal yang bisa kita pelajari dari kisah yang menyayat hati itu. Arti tentang sebuah pengharapan. Makna dari sebuah harapan akan suatu hal.
Ada suatu hal yang bisa kita pelajari dari kisah yang menyayat hati itu. Arti tentang sebuah pengharapan. Makna dari sebuah harapan akan suatu hal.
Harapan adalah seberkas cahaya yang dapat menerangi kita ketika kegelapan menyelimuti diri. Harapan adalah sebuah alasan yang dapat membuat kita terus berdiri tegar ketika terjangan ombak cobaan dalam kehidupan selalu mencoba untuk menjatuhkan. Harapan merupakan udara disaat nafas kita terengah-engah didalam perjalanan kehidupan. Yang merupakan salah satu sebab, mengapa kita harus tetap tegar dijalan yang kita pilih.
Hanya saja, ternyata tidak semua harapan itu kan terwujud. Tidak semua apa yang kita harapkan akan terjadi, tidak semua harapan akan terjawab. Apa yang terjadi tidak akan selalu seindah apa yang kita bayangkan. Ada begitu banyak hal-hal yang menyebabkan hal tersebut terjadi.
Ketika kita menggantungkan harapan kita kepada manusia, maka hanya ada 2 hal yang mungkin kita dapatkan : Kebahagiaan, atau kekecewaan. Kebahagiaan akan kita peroleh saat sinar-sinar pengharapan itu berhasil kita genggam, saat tangan itu menyambut tangan kita. Saat-saat indah dimana apa yang kita bayangkan telah menjelma menjadi sebuah kenyataan hidup. Namun sebaliknya, ketika harapan itu tak terwujud maka kekecewaan itu pasti kan hadir, mengunjungi jiwa-jiwa yang termenung oleh harapan-harapan yang kosong. Oleh bayangan-bayangan semu. Yang membawa kita menuju ke lembah kelam tak berpenghuni, membiarkan kita bersimpuh tak berdaya.
Kekecewaan itu terjadi karena kita berharap pada sesuatu yang tidak pasti, sesuatu yang belum jelas keberadaannya. Karena kita berharap pada manusia, dan manusia itu serba tidak pasti. Seperti yang terjadi pada Qays dan Laila dalam cerita yang tersohor itu. Kala itu Qays sangat berharap Laila akan menerima pinangannya. Namun kenyataannya justru berbalik. Apa yang ia harapkan ternyata tak kunjung datang, bahkan hingga saat kematian menjemput mereka berdua.
Semua rasa sakit itu, penyesalan itu, kekecewaan itu datangnya hanya dari 1 hal : kekurang tepatan kita didalam menentukan sandaran hati. Mungkin kita terlalu meletakkan harapan kita begitu tinggi pada makhluk yang disebut manusia.
Itu sebabnya, tak sebaiknya kita berharap pada manusia yang serba tidak pasti. Namun Lain halnya ketika kita menyandarkan diri kepada sesuatu yang pasti benar. Yang janji-Nya tak pernah meleset. Yang Maha Kuat, Yang Maha Berkuasa, Yang Maha Sanggup. Tidak akan ada lagi kata kecewa di hati ketika Tuhan-lah tempat kita bersandar. Ketika kita mengharapkan sesuatu hanya dari-Nya. Kita tidak akan pernah dikecewakan oleh-Nya. Karena IA Maha Lapang, Ia Maha Pemberi, Ia Maha Pengasih, Maha Penyayang.
Ia akan selalu mendengar do’a dan pengharapan hamba-hamba-Nya.
Ia Maha Pemberi
Ia Maha Lapang
Dan Ia Maha Penyantun
Bisa jadi kita kecewa ketika kita menaruh harapan pada manusia
Namun kita tidak akan pernah kecewa
ketika harapan itu kita gantungkan
Hanya pada Tuhan, yang menggenggam kepastian
Dengan penuh keikhlasan...
Ditulis dengan rasa penyesalan atas diri sendiri
Ruanganku, pertengahan Minggu pertama 2010
0 komentar:
Posting Komentar